Kamis, 17 Mei 2012

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Guna Menjaga Kesehatan dan Status Gizi terutama Ibu Hamil dan Balita


Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan bangsa yang maju, mandiri dan sejahtera lahir batin. Pembangunan manusia seutuhnya mencakup aspek jasmani dan kejiwaan, di samping aspek spiritual dan kepribadian. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, produktif dan mempunyai daya saing tinggi (Depkes  1998).
Keadaan kesehatan masyarakat diukur dengan menggunakan indikator derajat kesehatan. Salah satunya yaitu indikator status gizi masyarakat terutama balita. Status gizi menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilisasi) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan ukuran tertentu. Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi makanan dan pemanfaatannya di dalam tubuh. Bila terjadi gangguan kesehatan, maka pemanfaatan zat gizi pun akan terganggu. Status gizi juga dipengaruhi oleh faktor ketersediaan sumberdaya keluarga
Sasaran pembangunan kesehatan tahun 2004-2009 yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, yang salah satunya tercermin dari menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 25,8 % menjadi 20 % (Eko et al. 2008).





Kekurangan gizi pada anak umur di bawah lima tahun (balita)  merupakan masalah yang perlu segera ditangani karena kekurangan gizi pada balita berkontribusi sekitar 54 % terhadap penyebab kematian balita di dunia tahun 2004 (Chessa and Juan  2006). Usia balita  merupakan masa yang sangat menentukan hari depan anak. Kekurangan gizi pada saat tersebut akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental sehingga perlu perhatian khusus (Berg 1986; Syarief  1997; Soekirman 2000). Selain itu, balita yang mengalami kekurangan gizi akan terhambat pertumbuhannya sehingga ketika dewasa dia akan mempunyai kesehatan dan produktivitas yang lebih rendah daripada anak yang pertumbuhannya normal.
Menurut UNICEF (1998) penyebab timbulnya masalah gizi bersifat multifaktor yang terdiri dari faktor langsung yaitu: asupan makanan dan infeksi dan faktor tidak langsung yaitu: ketahanan pangan, pola asuh, sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan.
Upaya pelayanan kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan dan status gizi anak sehingga terhindar dari kematian dini dan mutu fisik yang rendah (Utari 2006). Peran pelayanan kesehatan telah lama diadakan untuk memperbaiki status gizi. Pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap kesehatan oleh karena itu perlu adanya penanganan yang cepat terhadap masalah kesehatan terutama masalah gizi. Pelayanan yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu dalam meningkatkan derajat kesehatan. 



                    Dalam rangka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan masyarakat dalam bentuk pusat pelayanan kesehatan masyarakat (Puskesmas). Tidak kurang dari 7.000 puskesmas tersebar diseluruh Indonesia. Namun pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat belum optimal (Utari 2006). Pada akhir tahun 2006, sarana pelayanan kesehatan dasar yang tersedia meliputi 8.015 puskesmas, 22.000 puskesmas pembantu dan 6.132 puskesmas keliling. disamping itu, hampir seluruh kabupaten/kota telah memiliki rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta. Jumlah sarana kesehatan dasar tersebut telah meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, dan pada tahun 2007 diperkirakan akan terus bertambah. Meskipun demikian sebagian masyarakat terutama penduduk miskin belum sepenuhnya dapat mengakses pelayanan kesehatan karena kendala jarak dan biaya transportasi (Bappenas 2008).
Pelayanan Kesehatan  Dasar atau Primary Health Care di Indonesia dilakukan melalui Puskesmas, Posyandu, Dasawisma, yang kesemuanya mengkomunikasikan gagasan, nilai, dan perilaku yang menguntungkan kesehatan selain memberikan perawatan kuratif kepada penduduk yang umumnya lapisan bawah, maupun penduduk mayoritas pedesaan. Ketidakterjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak. Berbagai faktor langsung dan tidak langsung di atas, berkaitan dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional (Depkes 1990).
Pusat Kesehatan Masyarakat adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.
Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan kegiatan utama dari Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat yang didukung oleh kegiatan lintas sektor, dalam  upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Posyandu dilaksanakan oleh PKK yang kemudian dilengkapi dengan pelayanan KB dan kesehatan. Posyandu sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam bidang kesehatan melaksanakan pelayanan KB, gizi, imunisasi, penanggulangan diare dan KIA. Upaya keterpaduan pelayanan ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) yaitu UKBM  yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/ menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat. Sumberdaya poskesdes meliputi tenaga, bangunan, sarana dan pembiayaan. Tenaga poskesdes minimal seorang bidan dan dibantu oleh sekurang-kurangnya 2 orang kader. Bangunan poskesdes dapat berasal dari pondok bersalin desa (polindes), balai desa, balai RW/ dusun, balai pertemuan atau bangunan lain yang sudah ada, dan dapat juga bangunan baru. Sarana poskesdes meliputi sarana medis, sarana non medis dan obat dalam upaya pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya promotif, preventif dan kuratif. Pembiayaan poskesdes sebaiknya merupakan swadaya masyarakat desa setempat.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan secara umum yang meliputi: penimbangan, penyuluhan, kesehatan ibu dan anak, imunisasi, pengobatan, pemberian makanan tambahan, suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit masih sangat rendah. Anak bawah tiga tahun (batita) merupakan masa-masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, jika terjadi kekurangan gizi pada saat itu maka akan mempengaruhi perkembangan otak, pertumbuhan organ-organ dan sel-sel tubuh serta akan mengganggu metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta hormon dalam sel. Keadaan ini tidak dapat terulang kembali (irreversible). Oleh karena itu pada anak batita perlu perhatian khusus untuk mencegah terjadinya kekurangan gizi (Soekirman 2000), sehingga perlu penelitian yang lebih mendalam mengenai hubungan antara pelayanan kesehatan dengan status gizi anak batita.
 Hasil analisis yang telah dilakukan berdasarkan dari data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 oleh Ma’rifat mengenai Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Batita didapatkan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas, Posyandu, Poskesdes dan bidan desa) terdapat hubungan yang nyata dengan status gizi batita di tiga wilayah penelitian yaitu: Provinsi Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur, terutama pelayanan kesehatan: penimbangan, penyuluhan gizi, pemberian makanan tambahan dan suplementasi gizi.  Batita dengan status gizi baik lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan dibandingkan dengan batita yang berstatus gizi kurang dan lebih.
 Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita adalah jumlah anggota keluarga, pemanfaatan pelayanan kesehatan, lama pendidikan ibu, dan penyakit infeksi.
                    Besar keluarga sangat berpengaruh terhadap  pengeluaran pangan, jumlah dan pembagian ragam pangan yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu (Sanjur 1982; Suhardjo 1989, juga mempengaruhi pola pengasuhan yang diberikan kepada anak. Makin besar keluarga diduga semakin sedikit waktu dan perhatian ibu terhadap anak karena harus berbagi dengan anggota keluarga lainnya. Sebaliknya, pada keluarga kecil memungkinkan bagi ibu untuk merawat dan mengurus anak-anaknya dengan lebih baik sehingga dapat cepat mengambil tindakan jika terjadi masalah kesehatan pada anaknya (Suhardjo 1989).
                    Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup seseorang. Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi anak (Madanijah 2003). Dalam pengasuhan anak pendidikan orang tua terutama pendidikan ibu penting diperhatikan karena turut menentukan dalam kualitas pengasuhan anak. Pendidikan formal yang lebih tinggi pada ibu membuat pengetahuan gizi dan pola pengasuhan seorang ibu akan bertambah baik (Leslie 1985;  Soekirman 1990; Madihah 2002; Atmarita & Fallah 2004). Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 1996).
Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun ini berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Oleh karena itu setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan merupakan tanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi (Rohde 1979; Moehyi 2001). Anak kurang gizi sering berasal dari keluarga miskin, dengan rumah yang sesak dan kurang higienis, sehingga mereka terpapar lebih banyak infeksi penyakit (King & Burgess 1995).
Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat.


2 komentar: