Kamis, 17 Mei 2012

Hasil Analisis Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Batita




KESIMPULAN DAN SARAN
(Thesis Hubungan Pemanfatan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Batita)
Oleh: Ma'rifat, SKM, MSi

Kesimpulan
1.       Prevalensi status gizi batita wasting di Provinsi Nusa Tenggara Timur 23.4%,  Sumatera Selatan 19.8% dan DI Yogyakarta 9.8% dengan rata-rata z-score status gizi batita contoh dengan  indikator BB/TB adalah -0.36 ± 2.2 SD. Prevalensi underweight berturut-turut di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan dan DI Yogyakarta yaitu 49.4% (sangat tinggi), 34.7% (tinggi) dan 19.8% (sedang). Rata-rata z-score status gizi batita dengan indikator BB/U adalah -0.88 ± 2.8 SD. Prevalensi stunting berturut-turut Provinsi Nusa Tenggara Timur 31.9% (tinggi/serius), Sumatera Selatan 15% dan DI Yogyakarta 11.3% termasuk kategori masalah stunting rendah. Rata-rata z-score status gizi indikator TB/U adalah   -0.78 ± 1.76 SD.
2.     Rata-rata skor pemanfaatan pelayanan kesehatan di Sumsel 2.8 + 2.8 SD, DI Yogyakarta 4.4 + 2.6 SD dan Nusa Tenggara Timur 3.6 + 2.6 SD dan secara keseluruhan adalah 3.6+2.9 SD, skor tertinggi 8 dan terendah 0. Dari hasil penlitian ini jenis pemanfaatan pelayanan kesehatan yang memiliki GAP tertinggi dengan standar pelayanan minimal adalah kesehatan ibu dan anak (67.7%), sedangkan terendah pada penimbangan (8.4%).
3.     Faktor-faktor yang berhubungan dengan frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan adalah Lama pendidikan ibu  berkorelasi positif dengan frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan p < 0.05 (r=0.058, p=0.017), penyakit infeksi yang diderita oleh batita p<0.05 (r=0.075 p=0.002), waktu dan jarak tempuh dengan nilai p<0.05 berturut-turut    (r=-0.060, p=0.014) dan        (r =-0.202, p=0.000).
4.      Terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi batita indikator BB/U dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan, penyuluhan dan pemberian makanan tambahan. Sementara untuk status gizi batita indikator TB/U hubungan yang signifikan hanya terjadi dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan dan suplementasi gizi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita indikator BB/TB adalah jumlah anggota keluarga dan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sedangkan terhadap status gizi batita indikator BB/U dan TB/U adalah lama pendidikan ibu, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi.
Saran
Perlu sosialisasi dan pengembangan program-program pelayanan kesehatan terutama pada ibu-ibu batita dengan pendidikan rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD)  untuk memantau pertumbuhan anaknya secara rutin bukan pada saat sakit saja terutama yang berumur dibawah tiga tahun. Pengembangan strategi untuk meningkatkan pemanfaatan program pelayanan kesehatan yang bertujuan memperbaiki dan mencegah masalah gizi pada balita sebagai investasi terus ditingkatkan dengan pemberian pengetahuan dan pendidikan ibu tentang pola asuh dan makanan yang bergizi  untuk balitanya.
Pemanfaatan pelayanan PMT berhubungan secara signifikan dengan status gizi batita indikator BB/TB (wasting) dan indikator BB/U (underweight) pada keluarga status ekonomi rendah (kuintil 1 dan 2). Oleh karena itu program ini perlu dilanjutkan, bisa dalam bentuk lain dengan mendistribusikan bahan pangan pokok dan sumber protein dalam rangka menjaga ketersediaan pangan tingkat rumah tangga pada keluarga yang sangat miskin terutama yang mempunyai anggota keluarga batita yang rawan gizi, sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya masalah gizi.


DAFTAR PUSTAKA


ACC/SCN, 1997, 3rd Report on The World Nutrition Situation. Geneva.

Akre, James 1994. Pemberian Makanan Untuk Bayi, Dasar-Dasar Fisiologis, Penerjemah: Sri Durjati Boedihardjo. Jakarta: Perinasia.

Allen LH, 1994. Nutritional Influences on Linear Growth: A general review. Di dalam Water JC dan Schurch, editor. Causes and mechanisms of linear Growth Redardation. Proceedings of an International Dietary Energy Consultative Group (IDECG). 216p.

Andersen, R (1995), Revisiting the Behavioral Model and Acces to Medical Care? Does it matter? Journal of Health and Social Behaviour 36 (3): 1-40

Angeles IT, Schultink WJ, Matulessi P, Gross r, Sastroamidjojo S. 1993. Decreased rate of stunting among anemic Indonesian preschool children through iron suplementation. Am J Clin Nutr 58, 339-42. [Abstract].

Anwar, Khairul. 2006. Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di Kabupaten Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara Barat [Tesis]. Program Pascasarjana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Atmarita & Fallah TS, 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di dalam: Widiyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta 17-19 Mei 2004.

Azwar A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta.

Anonim 2010a. Medicastore. Pneumonia (Radang Paru). Media Informasi Obat-Penyakit.www.medicasore.com/pneumonia/html. [2 Juni 2010].

Anonim 2010b.  Rumah Sakit Islam Sultan Agung. Penyakit Campak pada Anak. Media Humas RSI SA.www.rsisultanagung.co.id/penyakit campak/html [2 Juni 2010].

Berg, 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Noer ZD, penerjemah. Jakarta. Terjemahan dari: The Nutrition Factor: Its Role in National Development.

[Bappenas] Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional 2008. Manajemen Database Bidang  Kesehatan dan Gizi Masyarakat.

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2007. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Sumatera Selatan. BPS.

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2007. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Nusa Tenggara Timur. BPS

Chessa K.L and Juan A.R, 2003, Nutritional Status of Infants and Young Children an Characteristics of Their Diets. Organization, Washington D.C. 20007 and Institute of Public Health of Mexico, Cuernavaca, Morelos, Mexico.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1998. Pembangunan Kesehatan Masyarakat di Indonesia, Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2003. Sistem Informasi Kesehatan Nasional Pengelolaan Data Program Pemberantasan Penyakit Diare, Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2005. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

 [Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006. Pengembangan dan Penyelenggaraan Pos Kesehatan Desa, Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2007. Profil kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Propinsi DI Yogyakarta Tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia Tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2009. Buku Saku Gizi “Kapan Masalah ini Berakhir?”. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Dewey, KG, Brown KH. 2003. Update on Technical Issues Concerning Complementary Feeding of Young Children in Developing Countries and Implications for Intervensi Programs. Food Nutr. Bull 24: 5 -28.

Dinas Kesehatan Povinsi Sumatera Selatan. Profil Sumatera Selatan 2007.

Eko, Najib & Sartono (2008). Pengembangan Model Perbaikan Gizi Masyarakat Wilayah Agropolitan menuju Sumsel sehat 2008. Laporan hasil penelitian tahap I, II dan III. Politeknik Kesehatan Sumsel.

Gobotswang K. 1998. Determinants of The Nutritional Status of Children in A Rural African Setting: The Case In Chobe District. Botswana. Food Nutr. Bull. 19(1): 42-45

Grantham-Mc Gregor SM, Fernald LC, Sethuraman K, 1999. The effects of health and nutrition on cognitive and behavioural development in children in the first three years of life. Part 2: Infection and micronutrien deficiencies: iodine, iron and zinc. Food Nutr Bull 20: 76-99.

Haas, JD, Murdoch S, Rivera J, Martorell R, 1996. Early Nutrition and later physical work capacity. Nutr Rev 54: S41-8.

Hurlock EB. 1997. Perkembangan anak. Gramedia. Jakarta

Jellife, DB (1996). Assessment of The Nutritional Status of The Community, Geneva. WHO.

Jellife, DB (1989), Community Nutritional Assessment, New York, Oxford University Press.

Johnson MM, Chin RJr, Haponik F. 1999. Nutrition, Respiratory Function and disease. Di dalam: Modern Nutrition in Health and Disease. Ed ke-9 (Shils ME, et al, eds). Baltimore: Williams & Wilkins. Hlmn 1439-1472.

King FS, Burgess A. 1995. Nutrition for Developing Countries. New York: Oxford University Press.

Khumaidi, M (1997). Gizi, Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia. Bogor. Program Pascasarjana IPB

Kodyat BA. 1998. Overview Masalah dan program Kesehatan dan Gizi Masyarakat di Indonesia. Makalah Disampaikan pada Training Peningkatan Kemampuan Penelitian Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat. Bogor. 18-30 Agustus.

Kodyat BA, Thaha A R, Minarto. 1998. Penuntasan Masalah Gizi Kurang. Di dalam : Winarno F G, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Serpong, 17-20 Februari 1998. Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 755-757.
Leslie. 1985. Women Role in Food Chain Activities and the Implication for Nutrition United Nation.
Lutter CK, Mora JO, Habiccht JP, Rasmussen KM, Robson DS, Herrera MG 1991. Age-specific responsiveness of weight and length to nutritional suplementation. Am J Clin Nutr 51:359-364 [Abstrak]
Madihah. 2002. Faktor-Faktor Predisposisi yang Berhubungan dengan Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi) di Kecamatan Banua Lawas, Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan tahun 2002 [Skripsi] FKM UI. Depok
Madanijah S. 2003. Model Pendidikan “ GI-PSI-SEHAT” bagi Ibu serta Dampaknya Terhadap Perilaku Ibu, Lingkungan Pembelajaran, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Usia Dini. [Disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Martianto, D (2003). Pemberdayaan Masyarakat dalam Menunjang Posyandu, makalah disampaikan pada acara Workshop Perbaikan Kesehatan dan Gizi Keluarga melalui Posyandu. Hotel Permata. Bandung.

Martorell R, Khan LK, Schroeder DG 1994. Reversibility of stunting: epidemiological findings in children from developing country. Euro J. Clin. Nutr. 48 (Suppl.1), S45-S57. Di dalam Causes Mechanism of Linear Growth Retardation Proceedings of an I/D/E/C/G Workshop held in London January 15-18. 1993 Waterlow CJ, Schȕrch B, editor. London: Macmillan.

Moehyi S. 2001. Gizi Dalam Daur Kehidupan, Mencegah Gizi Kurang pada Berbagai Tahap Usia. Jakarta.

Muhilal, Parmaesih D, Idjradinata YR, Muherdiyantiningsih, Karyadi D,1988. Vitamin A-fortified monosodium glutamate and health, growth and survival of children: controlled field trial. Am J Clin Nutr 48: 1271-1276 [Abstrak].

Nency Y, Muhammad TA. 2005. Gizi Buruk Ancaman Generasi yang Hilang. INOVASI, Vol. 5/XVII.

Nnyepi, MS. 2007. Household Factors Are Strong Indicators Of Children’s Nutritional Status In Children With Access To Primary Health Care In The Greater Gaborone Area. Scientific Research and Essay. Vol. 2 (2), pp. 055 – 061

Notoatmodjo, S. 1997. Ilmu kesehatan Masyarakat. Prinsip-Prinsip Dasar, Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2007. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Andi Offset. Yogyakarta.

Orisinal 2003, Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di Sumatera Barat [Tesis], Pascasarjana IKM UI, Depok.

Parasuraman A, Zeithalm V, Berry L. 1988. SERVQUAL: A Multiple Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailling.

Prabu BDR. 1998. Penyakit-penyakit Infeksi Umum. Widya Medika. Yogyakarta.

Rahmawati, 1996. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Menyusui Eksklusif dan Hubungan Menyusui Eksklusif dengan Status Gizi Bayi Usia 4-6 Bulan [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.

Rivera JA, Ruel MT, Santizo MC, Lonnerdal B, Brown KH, 1998. Zinc suplementation  improves the growth of stunted rural Guatemalan infants. J Nutr 128: 556-62.

Rohde JE, 1979. Prioritas Pediatri di Negara Sedang Berkembang. Essentia Medica. Yogyakarta.

Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, New York.

Satoto. 1990. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Pengamatan Anak Umur 0 sampai 18 bulan di Kecamatan Mlongo Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Disertasi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Scmidth MK. 2002. Nutritional status and linear growth of Indonesiaa infants in West Java are determined more by prenatal environment than by postnatal factor.

Schultz, T. Paul. 1994. Studying the Impact of Household Economic and Community Variable on Child Mortality. Population and Development Review. 10 (Suppl) : 215 – 235.

Seifert KL, Hoffnung RJ. 1997. Child and Adolescent Development. Boston: Houghton Mifflin.

Setyowati, T, Lubis, A,.(2003), Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (SUSENAS 2001), Buletin Penelitian Kesehatan.

Shulman ST, Phair JP, & Sommers HM. 1994. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit infeksi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Sigman M, Mac Donald MA, Neumann C, Bwibo N. 1991 Prediction of cognitive competence in Kenyan children from toddler nutrition, family characteristiks and abilities. J Child Psychol Psychiatr: 32:307-20.

Sediaoetama. 1996. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Dian Rakyat Jakarta.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat Ditjen Dikti. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Suhardjo, 1989. Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Suhardjo. 1990. Petunjuk Laboratorium Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Syarief, H (1992). Metode Statistika untuk Pangan dan Gizi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidiknn Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institit Pertanian Bogor.

Syarief, H 1997. Membangun Sumber Daya Berkualitas, Suatu Telaahan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian  IPB. Bogor.

Tharakan CT., Suchindra CM. 1999. Determinants Of Child Malnutrition: An Intervention Model for Botswana. Nutr. Res. 19(6): 843-860.

Trisnantoro, L, 1996. Prinsip-Prinsip Manajemen Pelayanan Kesehatan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 1 Maret 2008 • 25

Tuti, Pradianto 1989. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Ibu Balita ke Posyandu di Kecamatan Bogor Barat. [Tesis] Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.

Thaha, Ridwan M 1990. Perilaku, Sikap dan Praktek ke Posyandu oleh Ibu Balita di Kotamadya ujung Pandang. [Tesis] Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.

[UNICEF] United Nations Children’s Fund .1998. The Care Initiative Assesment. Analysis and Action to Improve Care for Nutrition. New York.

Utari Brotojoyo (2006). Manajemen Pelayanan Kesehatan sebagai upaya Peningkatan Ekonomi. Skripsi Manajemen dan Ekonomi Institut Pertanian Bogor.

WHO (1978). Primary Health Care. Alma Ata 1978, WHO. Geneva.

WHO 1995. Physical Status: The Use anf Interpretation of Anthropometry. Report of a WHO Expert Committee. WHO Technical Report Series 854. Geneva: WHO.

Winarno, FG. 1990. Gizi dan Makanan Bagi Bayi dan Anak Sapihan. Jakarta. Pustaka Harapan.

Yosnelli (2008). Analisis Hubungan Karakteristik Keluarga dan Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dengan Status Gizi Baduta (6 -24 bulan) di Kecamatan Pariaman Tengah Kota Pariaman Tahun 2006 [Tesis]. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta.

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Guna Menjaga Kesehatan dan Status Gizi terutama Ibu Hamil dan Balita


Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan bangsa yang maju, mandiri dan sejahtera lahir batin. Pembangunan manusia seutuhnya mencakup aspek jasmani dan kejiwaan, di samping aspek spiritual dan kepribadian. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, produktif dan mempunyai daya saing tinggi (Depkes  1998).
Keadaan kesehatan masyarakat diukur dengan menggunakan indikator derajat kesehatan. Salah satunya yaitu indikator status gizi masyarakat terutama balita. Status gizi menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilisasi) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan ukuran tertentu. Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi makanan dan pemanfaatannya di dalam tubuh. Bila terjadi gangguan kesehatan, maka pemanfaatan zat gizi pun akan terganggu. Status gizi juga dipengaruhi oleh faktor ketersediaan sumberdaya keluarga
Sasaran pembangunan kesehatan tahun 2004-2009 yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, yang salah satunya tercermin dari menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 25,8 % menjadi 20 % (Eko et al. 2008).





Kekurangan gizi pada anak umur di bawah lima tahun (balita)  merupakan masalah yang perlu segera ditangani karena kekurangan gizi pada balita berkontribusi sekitar 54 % terhadap penyebab kematian balita di dunia tahun 2004 (Chessa and Juan  2006). Usia balita  merupakan masa yang sangat menentukan hari depan anak. Kekurangan gizi pada saat tersebut akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental sehingga perlu perhatian khusus (Berg 1986; Syarief  1997; Soekirman 2000). Selain itu, balita yang mengalami kekurangan gizi akan terhambat pertumbuhannya sehingga ketika dewasa dia akan mempunyai kesehatan dan produktivitas yang lebih rendah daripada anak yang pertumbuhannya normal.
Menurut UNICEF (1998) penyebab timbulnya masalah gizi bersifat multifaktor yang terdiri dari faktor langsung yaitu: asupan makanan dan infeksi dan faktor tidak langsung yaitu: ketahanan pangan, pola asuh, sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan.
Upaya pelayanan kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan dan status gizi anak sehingga terhindar dari kematian dini dan mutu fisik yang rendah (Utari 2006). Peran pelayanan kesehatan telah lama diadakan untuk memperbaiki status gizi. Pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap kesehatan oleh karena itu perlu adanya penanganan yang cepat terhadap masalah kesehatan terutama masalah gizi. Pelayanan yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu dalam meningkatkan derajat kesehatan. 



                    Dalam rangka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan masyarakat dalam bentuk pusat pelayanan kesehatan masyarakat (Puskesmas). Tidak kurang dari 7.000 puskesmas tersebar diseluruh Indonesia. Namun pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat belum optimal (Utari 2006). Pada akhir tahun 2006, sarana pelayanan kesehatan dasar yang tersedia meliputi 8.015 puskesmas, 22.000 puskesmas pembantu dan 6.132 puskesmas keliling. disamping itu, hampir seluruh kabupaten/kota telah memiliki rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta. Jumlah sarana kesehatan dasar tersebut telah meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, dan pada tahun 2007 diperkirakan akan terus bertambah. Meskipun demikian sebagian masyarakat terutama penduduk miskin belum sepenuhnya dapat mengakses pelayanan kesehatan karena kendala jarak dan biaya transportasi (Bappenas 2008).
Pelayanan Kesehatan  Dasar atau Primary Health Care di Indonesia dilakukan melalui Puskesmas, Posyandu, Dasawisma, yang kesemuanya mengkomunikasikan gagasan, nilai, dan perilaku yang menguntungkan kesehatan selain memberikan perawatan kuratif kepada penduduk yang umumnya lapisan bawah, maupun penduduk mayoritas pedesaan. Ketidakterjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak. Berbagai faktor langsung dan tidak langsung di atas, berkaitan dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional (Depkes 1990).
Pusat Kesehatan Masyarakat adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.
Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan kegiatan utama dari Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat yang didukung oleh kegiatan lintas sektor, dalam  upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Posyandu dilaksanakan oleh PKK yang kemudian dilengkapi dengan pelayanan KB dan kesehatan. Posyandu sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam bidang kesehatan melaksanakan pelayanan KB, gizi, imunisasi, penanggulangan diare dan KIA. Upaya keterpaduan pelayanan ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) yaitu UKBM  yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/ menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat. Sumberdaya poskesdes meliputi tenaga, bangunan, sarana dan pembiayaan. Tenaga poskesdes minimal seorang bidan dan dibantu oleh sekurang-kurangnya 2 orang kader. Bangunan poskesdes dapat berasal dari pondok bersalin desa (polindes), balai desa, balai RW/ dusun, balai pertemuan atau bangunan lain yang sudah ada, dan dapat juga bangunan baru. Sarana poskesdes meliputi sarana medis, sarana non medis dan obat dalam upaya pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya promotif, preventif dan kuratif. Pembiayaan poskesdes sebaiknya merupakan swadaya masyarakat desa setempat.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan secara umum yang meliputi: penimbangan, penyuluhan, kesehatan ibu dan anak, imunisasi, pengobatan, pemberian makanan tambahan, suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit masih sangat rendah. Anak bawah tiga tahun (batita) merupakan masa-masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, jika terjadi kekurangan gizi pada saat itu maka akan mempengaruhi perkembangan otak, pertumbuhan organ-organ dan sel-sel tubuh serta akan mengganggu metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta hormon dalam sel. Keadaan ini tidak dapat terulang kembali (irreversible). Oleh karena itu pada anak batita perlu perhatian khusus untuk mencegah terjadinya kekurangan gizi (Soekirman 2000), sehingga perlu penelitian yang lebih mendalam mengenai hubungan antara pelayanan kesehatan dengan status gizi anak batita.
 Hasil analisis yang telah dilakukan berdasarkan dari data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 oleh Ma’rifat mengenai Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Batita didapatkan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas, Posyandu, Poskesdes dan bidan desa) terdapat hubungan yang nyata dengan status gizi batita di tiga wilayah penelitian yaitu: Provinsi Sumatera Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur, terutama pelayanan kesehatan: penimbangan, penyuluhan gizi, pemberian makanan tambahan dan suplementasi gizi.  Batita dengan status gizi baik lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan dibandingkan dengan batita yang berstatus gizi kurang dan lebih.
 Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita adalah jumlah anggota keluarga, pemanfaatan pelayanan kesehatan, lama pendidikan ibu, dan penyakit infeksi.
                    Besar keluarga sangat berpengaruh terhadap  pengeluaran pangan, jumlah dan pembagian ragam pangan yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu (Sanjur 1982; Suhardjo 1989, juga mempengaruhi pola pengasuhan yang diberikan kepada anak. Makin besar keluarga diduga semakin sedikit waktu dan perhatian ibu terhadap anak karena harus berbagi dengan anggota keluarga lainnya. Sebaliknya, pada keluarga kecil memungkinkan bagi ibu untuk merawat dan mengurus anak-anaknya dengan lebih baik sehingga dapat cepat mengambil tindakan jika terjadi masalah kesehatan pada anaknya (Suhardjo 1989).
                    Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup seseorang. Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi anak (Madanijah 2003). Dalam pengasuhan anak pendidikan orang tua terutama pendidikan ibu penting diperhatikan karena turut menentukan dalam kualitas pengasuhan anak. Pendidikan formal yang lebih tinggi pada ibu membuat pengetahuan gizi dan pola pengasuhan seorang ibu akan bertambah baik (Leslie 1985;  Soekirman 1990; Madihah 2002; Atmarita & Fallah 2004). Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 1996).
Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun ini berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Oleh karena itu setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan merupakan tanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi (Rohde 1979; Moehyi 2001). Anak kurang gizi sering berasal dari keluarga miskin, dengan rumah yang sesak dan kurang higienis, sehingga mereka terpapar lebih banyak infeksi penyakit (King & Burgess 1995).
Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat.